Entri Populer

Senin, 06 Februari 2012

Sahabatku, Kematianku


             Sore itu aku mendapatkan kabar dari teman SMPku, bahwa hari ini akan ada acara reuni sekaligus menginap di sekolah bersama angkatanku. Kulihat jam telah menunjukan pukul 16.50, mendadak sekali dan sudah terlalu sore fikirku untuk berangkat tapi aku tidak mau menyianyiakan kesempatan ini, kapan lagi aku bisa reuni bersama angkatanku? Lagipula nanti juga menginap di sekolah. Akhirnya akupun mengiyakan ajakan temanku dan mulai berkemas-kemas.
            Matahari senja mulai menidurkan cahayanya, awan-awan gelap mulai mengelilingi langit, berhias sang bulan sabit yang redup karena tertutup awan. Aku berangkat menggunakan bus. Suasana malam itu menemaniku selama diperjalanan. Perjalanan malam ini berjalan cukup cepat dan lancar.
            Kulihat jam tanganku sudah menunjukan pukul 19.45, buspun berhenti di terminal yang kutuju. Suasana terminal itu cukup sepi padahal belum terlalu malam namun suasana di terminal itu cukup menyeramkan ditambah lagi suara-suara binatang malam yang masuk kedalam telinga menambah seram suasana di terminal tersebut. Mungkin ditambah usia terminal yang sudah cukup tua.
            Dari terminal itu kustop sebuah angkot jurusan Pondok Pinang-Bambu Kuning. Kunaikan kaki kanananku dan kubungkukan badanku agar aku bisa masuk kedalam angkot. Hanya ada 4 penumpang didalam angkot termasuk aku. Satu persatu penumpang turun, kini hanya tinggal aku dan pak supir.
            “Neng, turun dimana?” Tanya pak supir sambil menatapku dari kaca spion yang ada didepan.
            “Pondok Pinang Pak.” Jawabku dengan cepat.
            “Turun disini saja yah Neng, bapak mau pulang karena jam kerja bapak sudah habis.” Kata pak supir sambil memberhentikan mobilnya didepan ganag yang sangat sepi.
            Sial, apes benar aku diturunkan di tempat seperti ini. Tapi apa mau dikata? Akhirnya aku terpaksa turun dan membayar ongkos. Angkot itupun pergi dan meninggalkan aku sendirian dengan suasanan sekeliling yang menyeramakn. Tiba-tiba bulu kuduku berdiri, hembusan angin malam berhasil menusuk kulitku yang berbalut sweater merah yang kukenakan.
            Kulangkahkan kaki mengikuti jalan di gang tersebut. Untung saja aku masih ingat daerah ini walaupun sudah hampir 5 tahun aku tidak kemari. Semakin aku masuk kedalam gang, semakin terdengar jelas suara-suara binatang malam dan suara gesekan dedaunan dengan angin. Bulu kuduku semakin berdiri, tanganku bergetar, jantungku berdebar hebat, rasa takutku semakin menjadi-jadi ketika akan melewati rel kerata tanpa palang pintu itu. Kurasakan seperti ada yang sedang mengamatiku. Terdengar suara-suara bisikan ditelingaku padahal ditempat tersebut hanya ada aku seorang. Suara itu sering tedengar walaupun tidak jelas, namun aku tidak begitu memikirnya meskipun sebernarnya saat itu aku merasa sangat ketakutan.
            Aku mendengar seperti ada suara klakson kereta, tapi setelah aku menunggu beberapa saat tidak ada satu keretapun yang melintas. “Mungkin itu hanya halusinasiku saja karena aku takut, lagipula mana ada ketera yang melintas malam-malam begini?.” Batinku dalam hati untuk mengurangi rasa takutku.
            Setelah berjalan sekitar 15 menit, akhirnya aku sampai disekolah dan langsung disambut oleh teman-temanku. Bangunan sekolahku tidak ada yang berubah masih sama saperti yang dulu begitupun dengan teman-temanku.
            Entah ada dorongan apa tiba-tiba aku beranjak dari tempatku berdiri menuju kedalam sekolah tepatnya ke lantai-2. Saat itu aku merasakan seperti ada seseorang yang memanggilku dan mangajaku untuk mendekatinya. Seolah-olah seperti tidak sadarkan diri aku melihat sahabatku Betty. Tiba-tiba terlintas jelas kejadian itu, kejadian yang dulu dialami Betty. Ia selalu menjadi bahan ejekan dan selalu mendapatkan kekerasan dari teman-teman SMP yang tidak menyukainya. Tidak banyak yang ingin berteman dengan Betty hanya karena ia terkesan cupu dan berasal dari keluarga miskin.
            Saat itu jam istirahat, Betty dikunci oleh teman-temanya di kamar mandi. Namun Betty dapat keluar karena aku melaporkan kejadian itu kepada guru. Sejak saat itu aku dan Betty menjadi sahabat. Namun persahabat kami hancur disaat Betty didorong oleh teman-teman yang tidak menyukainya hingga ia jatuh dari tangga dan kakinya patah. Saat itu aku sama sekali tidak membantunya karena aku diancam apabila aku membantu Betty maka merekapun akan memperlakukanku sama seperti mereka memperlakukan Betty. Saat itu aku berpura-pura tidak mengetahui apa-apa. Betty hanya menatapku sambil meneteskan air mata, mungkin ia berfikir bahwa aku bukanlah sahabat baiknya dan betapa teganya aku membiarkan sahabatnya terluka. Aku hanya menatap Betty dengan acuh tak acuh, padahal hatiku saat itu menangis.
            Kejadian itu terlihat jelas didepan mataku, seakan seperti terulang kembali. Saat itupun air mataku terjatuh, “Betapa kejamnya aku.” Batinku, saat mengingat kembali kejadian itu. Ketika aku menangis tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku. Seperti sedang karasukan, aku berlari-lari mencari sumber suara tersebut. Suara itu menuntunku kearah kamar mandi tempat Betty pernah dikunci.
            Saat itu, seakan kembali kemasa lalu aku dapat melihat jelas tragedi tewasnya Betty. Betty tewas tertabrak kereta ketika ia pulang sekolah dengan keadaan pincang tanpa ada seseorangpun yang menemani dan membantunya kecuali bidai yang menjaga kakinya dan tongkat kayu yang membantunya berjalan. Namun, ketika Betty melewati rel tanpa palang pintu tersebut iapun terjatuh, ia berusaha menyelamatkan diri dan berteriak meminta tolong namun tidak ada satu orangpun yang datang menolong. Tanpa disangka sebuah kereta datang dan langsung menghancurkan tubuh sahabatku itu. Kejadian itu terlihat jelas dihadapanku. Aku melihat sendiri bagaimana Betty tewas dengan keadaan yang mengenaskan. Saat itu akupun merasa menyesal karena aku tidak bisa menolongnya bahkan aku tidak datang dalam acara pemakaman Betty.
            Tiba-tiba sebuah bayangan besar dan hitam menangkap tubuhku dan saat itu aku menjadi tidak sadarkan diri. Entah berapa lama aku tidak sadar, namun ketika aku siuman ternyata aku telah berbaring di tengah rel kereta. Tubuhku sulit digerakan, suaraku tidak keluar, kulihat Betty dengan tubuh bersimbah darah, bola mata yang hilang dan bagian-bagian tubuh lain yang tidak lengkap tengah tersenyum kepadaku.  Hingga akhirnya tragedi tewasnya Bettypun menimpa diriku. Tubuhku hancur, darahku berceceran dimana-mana, ususku keluar dan jari-jarikupun hilang.
            Ternyata kematianku adalah keinginan Betty. Sebenarnya sekolah SMPku sudah hancur karena kejadian kebakaran 3 tahun lalu, dan ketika aku masih di dunia aku sudah tahu tentang kabar itu. Tapi Betty ternyata berhasil mempengaruhiku dan membuatku lupa akan kejadian tersebut. Ia memiliki alasan sendiri mengapa ia mengajaku kesurga. Ia tidak mau sendirian disurga, ia butuh teman.
            Kini aku sedang bersama Betty disurga, menjalin kembali persahabat kita yang pernah hancur hanya karena keegoisan seorang sahabat. Kini Betty telah memaafkan aku karena aku tahu bahwa dulu itu aku lebih mementingkan diri sendiri dibanding sahabatku dan juga aku tidak datang di acara pemakaman Betty. Bettypun meminta maaf kepadaku karena ia telah membuat aku melihat kejadian yang tidak seharusnya dilihat oleh sahabatnya apalagi menjelang kematianku serta ia telah mengambil nyawaku untuk menemaninya disurga.
Begitulah sepenggal cerita tentang kematianku dan persahabatanku dengan Betty. Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian dan kini aku bahagia bersama Betty disurga.